HAKIKAT YANG TERLUPAKAN
اَلْحَمْدُ للهِ الذِي أَسْبَغَ عَلَى
عِبَادِهِ نِعَمَهُ وَعَطَايَاهُ، وَهَداهُمْ إِلَى الحَقِّ بِمَواعِظِهِ
وَوَصَايَاهُ، قَالَ تَعَالَى : وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ
مِنْ قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ
بِمَا هُوَ لَهُ أَهْـلٌ مِنَ الحَمْـدِ وَأُثْنِي عَلَيْهِ، وَأَومِنُ بِهِ
وَأَتَوكَّلُ عَلَيْهِ، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْـلِلْ
فَلاَ هَادِيَ لَهُ، َأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ
لَهُ، أَرْسَلَ رُسُلَهُ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ، وَهُدَاةً مُصلِحِينَ،
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ،
خَيْرُ مَنْ أَوصَى وَوَجَّهَ، وَأَرْشَدَ ونَبَّهَ، أَرْسَلَهُ رَبُّهُ بَشِيرًا
وَنَذِيرًا، وَدَاعِيًا إِلَى اللهِ بإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيرًا، اللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحابِهِ أَجْمَعِينَ،
وَالتَّابِعِينَ لَهُمْ بإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أما بعد: فَيَا
أَيُّهَا المُسْلِمُونَ اِتّقُوا اللهَ تَعَالَى فِي السّرِّ وَ اْلعِلَنِ ، يَا
أَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُّو اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَ لَا تَمُوْتُنّ إِلّا
وَ أَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
Sudah berlalu ribuan tahun kisah mencekam ini , namun nafas kita akan tertahan tatkalah
mengikuti perjalanan kisahnya, seakan-akan kita menyaksikan sendiri peristiwa
sejarah ini. Masih terbayang kisah subuh di situ gintung yang menghanyutkan
semua harta benda, meninggalkan kedukaan yang mendalam, atas mereka yang
terbawa arus air deras.
Masih terasa di dada kita pristiwa 8 tahun yang lalu, yang sangat
memilukan seluruh jiwa, terjadi di bumi serambi Mekkah Aceh. Gempa bumi dan
Tsunami Aceh pada hari Minggu pagi, 26 Desember 2004. Kurang lebih 500.000
nyawa melayang dalam sekejap, di seluruh tepian dunia yang berbatasan langsung
dengan samudra Hindia. Di daerah Aceh merupakan korban jiwa terbesar di dunia
dan ribuan banguan hancur lebur, ribuan pula manusia hilang yang tidak di
temukan, dan ribuan pula mayat yang di kuburkan secara masal.
Masih menyayat dalam ingatan kita, Peristiwa tsunami yang
meluluh lantakkan Jepang yang terjadi 1 tahun yang lalu. Gempa berkekuatan 9
skala Richter diikuti gelombang tsunami hingga setinggi 20 meter. Yang mengakibatkan 15.769 orang meninggal, 4.227 orang hilang, dan
470.000 orang mengungsi. Sejumlah rumah dan mobil mewah menjadi sampah. Total
kerugian ekonomi US$220 miliar atau setara 3,4 persen dari pendapatan Jepang.
Atau hampir seperlima GDP Indonesia saat ini. Suatu kerugian yang luar biasa
besar. Hadirin sidang jum’at RK,
Kisah
ini lebih mencekam lagi, yaitu saat kapal yang membawa Nabi Nuh, dan
orang-orang beriman ke dalam gelombang yang besarnya menyerupai gunung-gunung. Kengerian
pada alam yang menghitam, dan ketakutan di dalam jiwa menjadi satu.
Dalam
suasana itu terjadi dialog yang diabadikan AlQuran antara sang ayah dan anak
kandungnya. Tawaran sang ayah ditolak, lantaran sang anak percaya akan selamat
dengan mencari perlindungan di gunung yang tinggi.
Allah
berfirman :
}Édur ÌøgrB óOÎgÎ/ Îû 8löqtB ÉA$t6Éfø9$$x. 3y$tRur îyqçR ¼çmoYö/$# c%2ur Îû 5AÌ÷ètB ¢Óo_ç6»t
=2ö$# $oYyè¨B wur `ä3s? yì¨B tûïÍÏÿ»s3ø9$# ÇÍËÈ
"Hai anakku, naiklah ke kapal bersama kami, dan janganlah
engkau bersama orang-orang kafir". (QS. Hud: 22)
Ternyata kedurhakaan sang anak tak mampu bertemu dengan kasih
sayang sang ayah, semangat jiwa muda yang tertipu oleh keegoisan ternyata tak
mampu memperkirakan besarnya bahaya yang akan mengancam.
"Anaknya menjawab, Aku akan mencari perlindungan ke gunung
yang akan menyelamatkan aku dari air bah." (Hud : 23)
Akan tetapi gelombang yang deras dengan sangat cepat dan
menakutkan, sekejap saja memutuskan pembicaraan antara sang anak dan sang ayah,
maka berakhirlah ikatan dua batin itu seakan tak pernah terjadi, panggilan
cinta sang Ayah dan penolakan anak yang keras kepala. Air bah dari dalam bumi
dan dari langit begitu dahsyat memancar sehingga menenggelamkan seluruh kawasan
itu. Semua musnah, tak ada yang selamat, semua ditenggelamkan kecuali yang naik
bahtera bersama orang-orang beriman.
Tak lama badai dan air bah mulai tenang, bumi menelan airnya,
sedangkan hujan menjadi redah seketika, perasaan kalut yang mencekam akhirnya
menjadi tenang kembali, kapalpun telah berlabuh di atas bukit yang bernama
bukit judi.
Bangkitlah di dalam diri Nabi Nuh a.s kasih sayang ayah yang
meluap-luap dan penuh rindu,
3y$tRur ÓyqçR ¼çm/§ tA$s)sù Å_Uu ¨bÎ) ÓÍ_ö/$# ô`ÏB Í?÷dr& ¨bÎ)ur x8yôãur ,ysø9$# |MRr&ur ãNs3ômr& tûüÏJÅ3»ptø:$# ÇÍÎÈ
"Dan Nuh menyeruh Tuhan-nya sambil berkata, ya Rabb,
sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji-Mu itulah yang
benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya". (QS. Hud: 45).
Kalimat ini diucapkan oleh Nabi Nuh dalam rangka menagih janji
Allah yang akan menyelamatkan keluarganya, dan dia meminta kepada Allah untuk
bertindak bijaksana dalam janji dan keputusan-Nya.
Lalu Allah memberikan sebuah hakekat yang dilupakan oleh Nabi
Nuh a.s . Keluarga menurut Allah dan timbangan-Nya bukanlah karena hubungan
darah melainkan karena ikatan aqidah. Sedangkan anak nabi Nuh bukanlah orang
yang beriman, maka dia bukanlah termasuk keluarga nabi Nuh, ini dipertegas oleh
Allah dengan firman-Nya:
tA$s% ßyqãZ»t ¼çm¯RÎ) }§øs9 ô`ÏB Î=÷dr& ( ¼çm¯RÎ) î@uHxå çöxî 8xÎ=»|¹ ( xsù Ç`ù=t«ó¡n@ $tB }§øs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ íNù=Ïæ ( þÎoTÎ) y7ÝàÏãr& br& tbqä3s? z`ÏB tûüÎ=Îg»yfø9$# ÇÍÏÈ
"Allah berfirman, Wahai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah
termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan) sesungguhnya
perbuatannya bukanlah perbuatan baik. Sebab itu janganlah kamu memohon
kepada-Ku sesuatu yang tidak engkau ketahui (hakikat)nya. Sesungguhnya aku
memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak
berpengetahuan. (QS. Hud: 46)
Inilah
sebuah hakikat besar dalam agama ini, hakikat "buhul aqidah" tempat
kembalinya semua ikatan. Buhul yang mengikat antara seseorang dengan yang lain
yang tidak diikat oleh nasab dan kekeluargaan yang menjadikan itu lebih besar dan utama
dari sekedar ikatan kekeluargaan yang hambar tanpa makna yang jelas.
Hadirin siding Jum’at RK,
Banyak orang yang lebih nyaman berteman dengan orang lain yang
satu visi dalam perjuangan mereka, namun tidak mampu menjadi orang terdekat
dalam keluarga sendiri, karena ada sekat yang tak terlihat oleh mata. Tidak
sedikit pula di antara keluarga dan sanak saudara yang tak mau berlayar bersama
perahu keimanan ketika diseru, bahkan merasa lebih nyaman menaiki bukit-bukit
keterlenaan. Ketinggian jabatan, dan keagungan keduniaan. Maka alangkah indahnya
jika kekeluargaan dan persaudaraan yang terjalin itu semakin dikukuhkan dalam
nuansa keimanan dan ketakwaan, untuk merajut keselamatan bersama keluarga dalam
menggapai kesejahtraan di dunia dan keselamatan di akherat. Semoga hakikat ini
tak pernah kita lupakan.
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا
فِيْهِ مِنَ
اْلآيَاتِ
وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ،
إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْع
الْعَلِيْمُ.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar